Laman

Senin, 08 Agustus 2011

Api Unggun

Kemarin kapan itu saya sahur bareng di alun-alun utara. Itu sebenarnya selo banget, tapi jadi nggak selo karena sebelumnya sahur on the road dengan bagi-bagi rejeki. Tidak usah diceritakan biar tidak riya. Yang ingin dikasih tahu adalah bahwa pagi itu dingin banget. Sumpah, saya sudah pakai jaket tapi tetep kedinginan. Begitu juga mungkin dengan seluruh manusia yang saat itu sedang berada di Jogja dan sedang ada di luar. Ada tukang becak yang tidur di becaknya dengan selimut. Oh ada yang dibangunin juga oleh teman-teman, demi ngasih nasi bungkus yang tadi udah dibikin waktu sebelum muter-muter. Oh indahnya berbagi. Ada anak-anak kecil yang begitu riuh main rebana buat ngebangunin sahur, dengan begitunya bisa senang karena biasanya disuruh diam sekarang disuruh berisik. Ada pedagang gudeg atau angkringan dengan lampu senthir berjualan begitu saja di jalan, dan beberapa orang yang makan di sekitarnya. Ada kumpulan orang-orang nongkrong yang bikin api unggun di pinggir jalan atau di lapangan alun-alun utara. Iya, api unggun yang itu. Dibikin dari kumpulan sampah dan keliatannya disulut dengan minyak atau apa nggak tahu. Jadi inget di gunung.

Bagi saya sih api unggun itu lebih dari sekedar kayu atau sampah yang dibakar begitu rupa menjadi api. Lebih dari pada sekedar media penghangat di kala udara menjadi semakin dingin. Semakin beku. Lebih dari itu, dia punya peranan penting dalam membangun efek psikologis, menandakan bahwa kita masih hidup, berkumpul dengan teman-teman, dan dengan itu dapat menjadi santai. Membicarakan banyak hal yang suka disimpan kalau tidak ada momen seperti itu. Sambil masak atau ngemil atau ngopi atau cuma duduk saja begitu, atau merokok jika dikasih. Api unggun telah menjadi alat terapi paling keren.

Mungkin mereka juga begitu kali ya? Dalam kumpulannya yang nggak tahu apakah gelandangan, atau ternyata orang berkecukupan yang selo, melihat api unggun dalam tentramnya, dan lalu sambil dengan itu membicarakan hal-hal senang, galau, apapun.

Semoga kita adalah yang selalu bersenang hati, seperti api unggun yang jika mati masih dapat hidup kembali dengan meniupkan angin ke baranya. 



(angin)
sambil dengerin the beatles
maaf telat lagi hehe
itu api unggun di merapi, keren banget deh

Sabtu, 06 Agustus 2011

Improvisasi

Besok adalah hari minggu, dan satu-satunya yang saya harapkan adalah bangun pagi-pagi dan menonton kartun di indosiar dan rcti. Ini merupakan salah satu hobi buruk saya dari sekian banyak hobi buruk lainnya.

Jadi ingat jaman jahiliyah dulu, masa ketika ujian lisan Bahasa Indonesia di SMA, yang mana kami diminta untuk maju presentasi sesuai tema yang dipilih.

Ada banyak tema yang ditentukan oleh guru, dan saya memilih tema yang paling umum, paling banyak dipilih, dan tentunya paling mudah, yaitu tema mengenai pengaruh buruk televisi terhadap anak. Ketika mencoba mencari di internet yang saya dapatkan saat itu adalah kalori yang terbuang tidak sebanding dengan kalori yang masuk bla bla bla dan bla. Artikel-artikel lainnya pun berisi kurang lebih sama, hanya saja dengan kalimat berbeda dan sains yang lain pula. Jujur saja membacanya saja saya sudah sangat bosan, apalagi harus menghafalnya ketika ujian nanti, saya bisa mati karena hafalan mati. Walaupun sekali lagi tema ini begitu mudah tapi bahan yang perlu dihafalkan terlalu banyak, maka saya pun berimprovisasi.

Yang diberikan adalah sebuah tema, bukan judul, mengapa saya tidak cenderung mengambil salah satu contoh dan membuatnya sedikit menarik? Karena hobi buruk saya yang gemar sekali menonton kartun hari minggu dari pagi hingga siang, maka jadilah film-film kartun itu saya buat menjadi tugas saya. Sebuah eksperimen nekat untuk digunakan sebagai tugas akhir penentu nilai.


Ketika saya kecil dulu, mungkin saya bisa tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kucing dan tikus, Tom & Jerry, yang tidak pernah akur. Tapi apabila dibandingkan dengan sekarang, jujur saja, saat saya tiba-tiba melihat televisi dan menemukan film kartun tersebut, saya memang penasaran melihatnya kembali. Tapi tau apa yang saya temukan? Saya justru bergidik ngeri ketika melihat adegan demi adegannya. Saat Jerry dikejar Tom dengan sebuah tongkat ditangan dipukul-pukulkan ke arah Jerry. Lalu ketika mesin pemotong rumput mengenai tubuh Tom, yang kemudian tubuh Tom terpotong-potong menjadi beberapa bagian, tak sedetik pun saya bisa tertawa melihatnya. Karena saya seperti sedang melihat film Final Destination atau Saw dalam versi kartun. Sumpah itu ngeri banget!!!!
Saya tak habis pikir, lecucon apa dan bagian mana yang ditampilkan disana. Menurut saya itu kartun paling triller yang pernah saya tonton, setelah Happy Tree Friends tentunya.


Itu adalah salah satu dari sekian banyak film anak-anak yang saya angkat ketika ujian waktu itu. Lagipula jika saya bahas disini satu-persatu pasti akan membosankan. Rasanya mungkin kurang lebih sama dengan guru saya yang menilai dengan hampir 80 % muridnya menggunakan tema yang sama dan isi yang kurang lebih sama. Kalau saya berada di posisi guru saya itu, mungkin saya sudah mau muntah.

Saya tak berharap banyak dari proyek eksperimen saya itu, tapi setidaknya saya akan terus diingat oleh guru saya setidaknya ketika beliau tidak sengaja menonton Tom  & Jerry dan lalu kemudian ingat isi presentasi saya, lalu muntah-muntah ikut ngeri melihat adegan dari film kartun tersebut. Dan lalu memarahi anak-anaknya karena menonton acara itu. 

Hahaha dan lalu saya pun tertawa puas...



(ombak)
oia,
image  postingmu kemarin gak bisa dilihat,
dan lalu saya googling semua mengenai yusuf islam
hahaha

Jumat, 05 Agustus 2011

green fields, golden sands

Tapi dia adalah Yusuf Islam, penyanyi yang sudah tua dari negeri Britania Raya sana. Dulu kira-kira tahun 1960an masih rockstar dengan nama Cat Stevens. Pernah masuk majalah Rolling Stone juga barengan dengan artikel lain dari Bob Dylan. Tapi tahun sekitar 1978 tiba-tiba mengalami sebuah peristiwa near to death, tenggelam di laut. Pada saat tenggelam dia adalah orangnya yang berkata, "jika Tuhan menyelamatkan saya hari ini, saya akan bekerja untukNya". Maka ombakpun secara entah bagaimana mengantarnya kembali ke daratan. Dan lalu dengan itu, dimulailah perjalanan mencari Tuhan itu sendiri. Dan akhirnya memutuskan masuk Islam setelah membaca terjemahan Al-Quran bahasa inggris.

Tapi dia bukan seperti ustad siapa itu yang selalu aneh dalam setiap ceramahnya. Yang hobi berteriak "jama'aaaaaaaaaaaaahh" sambil seolah-olah dia itu badut dan para jamaahnya itu tuli semua. Dia adalah yang menyanyikan nasyid A is for Allah dengan keren dan merdu, tanpa suara yang harus dibuat-buat. Mau-maunya meninggalkan gelar rockstar-nya untuk serius menjalankan agamanya. Mendirikan yayasan ini itu dan terlibat dalam usaha perdamaian dunia, dan membuat lagu-lagu lagi setelah berpuluh-puluh tahun kemudian meninggalkan dunia musiknya, tetapi dengan nuansa religius yang bagus, tanpa lirik yang selalu ada kata Allah dan maksa banget seperti Ungu atau Wali atau siapapun deh yang mendadak alim di ramadhan kali ini.

Tapi dia adalah yang senyumnya menyejukkan. Tidak seperti Yusuf Mansur yang mengerikan. Tidak perlulah itu khotbah sampai menderai tangis, tidak perlulah itu berteriak-teriak memanggil jamaahnya, tidak perlu. Sederhana saja. Ambil gitar dan menyanyi dengan pelan dan lembut, seraya tersenyum.


Green Fields and Golden Sands
Are all I need; are all I want
Let the wind blow hard, I don't mind

A small house and an olive tree,
To keep and feed my family
Let the wind blow hard, I don't mind

One day we'll all realize, I'm not the only one
Just raise your eyes up and you'll be gone,
to those

(Yusuf Islam - Green Fields, Golden Sands - An Other Cup)


(angin)
telat posting men, saya tadi belajar haha

Rabu, 03 Agustus 2011

Happily Ever After, yes or not?

Seperti pada kisah putri Fiona, dalam film Shrek, yang mana terkurung dalam sebuah menara yang dijaga oleh naga api. Seperti dongeng kebanyakan, selalu berakhir dengan "happily ever after". Seandainya kehidupan nyata begitu mudahnya, hingga kemudian semuanya bisa berakhir dengan hanya satu kalimat, "happily ever after".

Namun sepertinya film Shrek kali ini yang berjudul Shrek Forever After The Final, mengisahkan bahwa ternyata kehidupan setelah mendapat pasangan tidak akan semudah kalimat "happily ever after". Seperti dan seakan menyerempet sedikit pada kehidupan nyata, di sanalah film itu dimulai.

Masih banyak hal yang bisa terjadi hingga akhirnya happily ever after hanyalah bualan kecil yang tak akan pernah terjadi. Pada kisah Romeo dan Juliet, kisah apabila ditulis dengan akhir kematian untuk keduanya maka selesai juga kisah tersebut. Namun apabila mereka dikisahkan bahwa keduanya hidup dan bersatu, apakah kisah tersebut akan berakhir? Masih banyak kerumitan-kerumitan yang lain yang bisa saja terjadi.

Seperti pada film My Sister's Keeper, yang sangat saya sukai, dimana pasangan suami istri tak selamanya dapat melahirkan anak-anak sehat dan lucu. Ada kalanya salah satunya mengidap penyakit atau bahkan kecacatan dan sebagainya.

Saya pernah berfikir bahwa terjadi suatu ketidakadilan disini, taukah bahwa sebagian besar manusia di dunia ini adalah mereka yang egois dan pemilih? Hampir seluruhnya memilih untuk mendapatkan pasangan yang cantik atau tampan, sehat dan tidak membawa gen cacat untuk anak cucu mereka. Dan saya akui, bahwa saya juga termasuk sebagai salah satu dari mereka. Lalu apa? Tau kah bahwa sebelum menikah diperbolehkan untuk screening pasangan? Lalu apabila pasangan yang dibawanya screening membawa gen tidak normal, apakah kemudian putus dan cari yang lain? Bukankah hal itu merupakan sesuatu yang tidak adil? Bagaimana dengan mereka memiliki penyakit yang bisa diturunkan? Dimana mereka hampir tak pernah bisa percaya dengan suatu hubungan, selalu dibayangi akan ketakutan bahwa dirinya tidak akan diterima.

Saya memiliki seorang teman yang mengidap Thalasemia, sehingga saya sedikitnya mengerti bagaimana perasaannya.
Terkadang saya berfikir bahwa menjadi orang yang tidak tahu itu lebih baik.


Lalu seperti pada film Raising Helen dan Life As We Know It dimana ketika suatu pasangan suami istri tidak akan hidup selamanya, ketika sesuatu menimpa mereka dan harus meninggalkan anak yang mereka miliki sendirian di dunia tanpa orang tuanya.

Lalu seperti pada film Despicable me, dimana saya sangat tersentuh pada bagian tiga anak yatim piatu yang berada pada sebuah panti asuhan dimana setiap malam sebelum mereka tidur, mereka selalu berdoa untuk diadopsi. Hidup ini terlalu rumit untuk hanya dikatakan sebagai happily ever after.







*saran saya, jangan buka source apabila kalian belum menonton film nya karena menurut saya sebagian menceritakan isi film terlalu banyak, kecuali jika kalian menginginkannya.


(ombak)
efek maraton filem

Selasa, 02 Agustus 2011

sahur

Maaaaffff telat posting..

Jadi sabtu kemarin waktu kumpul PJS bul, saya diajakin Salsa buat sahur pertama di puncak. Err mungkin lebih tepatnya saya yang pengen ikut kali ya? Hehe. Salsa itu pemred sementara di bul, dan suka ngebolang kemana-mana. Saya nggak tahu dapet ide gila dari mana dia buat sahur di gunung, tapi sayanya akhirnya main ikut aja karena pengen juga.

Jadi saya naik Gunung Ungaran, 5 orang, dan 4 di antaranya saya nggak kenal. Oh iya, gunung ungaran itu di Semarang lho, tahu nggak? Itu di daerah Ungaran atau Ambarawa gitu deh. Cuma 2050mdpl kalau nggak salah, tapi karena kita naik bis ya jadi turun nggak langsung basecamp. Masih harus jalan dulu jauh banget hanya untuk mendapati basecamp yang dikunci karena tutup. Mungkin karena ini malam senin, dan besok puasa kali ya. Nggak tahu juga.

Oh iya, kita tarawihan juga lho tapi di plataran basecamp. Tarawih sambil di belakang banyak bintang dan lampu-lampu kota. Setelah sebelumnya saya mikir ini saya punya 11 bacaan nggak karena nanti bakal jadi imam nggak tahu kenapa. Setelah sebelumnya mendengar adzan maghrib tanda dimulainya bulan ramadhan yang bersahut-sahutan di bawah sana. Setelah sebelumnya banyak kembang api diledakkan di bawah sana. Jadi aneh karena kembang api cuma keliatan kecil-kecil.
"Kembang apinya kecil banget ya, jadi aneh, haha"
"Iya, manusia itu kecil banget ya"
"Tapi lebih kecil...semut"
"Hahahaha ihh.. apaan sih, lebih kecil virus"
"Yahh jadi gak lucu lagi"
Oh itu percakapan demi apa random banget dengan Fitra kalau nggak salah, adik kelas Salsa yang juga ikutan. Walau nggak kenal, tapi asik juga mereka. Kita mulai naik sekitar jam 9 malam, setelah sebelumnya ikutan nongkrong di api yang dibuat rombongan orang yang ngecamp di sekitar basecamp. Oh ada yang mau ikutan kita naik juga sama kita. Itu orang yang tiba-tiba tanya ke kita, "Ini dapet ide gila darimana ini?". Tapi nggak jadi karena tiba-tiba dompetnya yang hilang udah ketemu. Jadi berlima lagi deh.

Dulu saya pernah naik ke ungaran waktu SMA, tapi cuma sampai di kebun teh doang karena kabutnya menggila. Kemarin saya ingin balas dendam, harus sampai puncak. Oh ternyata jalannya ngetrek juga, bikin capek. Dan anginnya parah. Dan kabutnya juga. Jalan waktu hampir ke puncak juga sangat terbuka, seolah-olah waktu angin kencang jadi terasa ikutan terdorong. Tapi rame juga waktu jalan. Banyak ngobrol dan banyak ketawa karena ece-ecean dan membahas hal-hal nggak penting.

Kalau nggak salah ya itu 4,5 jam kita jalan, nyampe juga di puncak. Kita memang rencana buat bikin tenda di dekat puncak. Turun ke bawah sedikit dan ada spot buat ngecamp yang bagus. Ternyata kita nggak sendiri juga. Ada rombongan yang sudah sampai puncak duluan. Tapi nggak sempet ngobrol-ngobrol karena saya, Salsa dan Aji ke bawah langsung buat bikin tenda. Kecuali Fitra dan Sonia yang ikutan nimbrung sambil nganget karena api unggun yang dibikin mas-masnya bagus. Dan karena itu mereka berdua dapat ayam bacem, sedangkan kami tidak.

Sampai puncak dan selesai bikin tenda itu jam 3 pagi kurang berapa lupa. Itu artinya kesempatan masak dan sahur cuma tinggal beberapa jam saja. Kalau ini dirumah sih itungannya lama, tapi kalau di gunung, dengan bahan makanan yang seadanya, dan angin yang gila-gilaan, jadi agak takut juga masih sempet buat makan nggak ini.

"Eh nggak usah nyalain radio, ntar adzan pas kita belom selesai makan repot", kata saya, dan langsung mau digampar Salsa.

Menunya keren lho tapi, sandwich isi telur, keju, dan nugget goreng. Itu sampai si Sonia nangis, katanya ini sandwich paling enak yang pernah dia makan. Lalu ada nutrijel juga. Lalu mi telor biasa, tapi masih kerasa nuggetnya karena nestingnya nggak dicuci. Lalu ditutup dengan FreshTea. Kenyang dan langsung tidur. Dan bangun jam 8 pagi.

"Aneh juga ya ini, kita nyampe puncak jam 3 pagi, tapi nggak dapet sunrise, mau jawab apa ini kalau ditanyain orang-orang dibawah", kata Salsa. Dan kita ketawa saja, karena tadi pagi itu pikirannya sudah ngantuk dan tidak peduli lagi dengan sunrise. Minimal sahur di puncaknya dapet deh.

Lalu beres-beres. Lalu pulang. Oh tapi kita puasa lho. Kecuali Fitra yang memang lagi nggak bisa puasa. Turun lewat jalur lain, dan akhirnya sampai ke Candi Gedung Songo yang malas buat diliat-liat karena jalannya jauh sedangkan kita barusan turun dan capek. Lalu pulang ke Jogja. Lalu biasa. Buka di bis karena bisnya sempat macet. Mungkin jadi puasa pertama yang paling berkesan deh ini.

Oh iya, maaf lahir batin yaa buatmu. Semoga puasa kita keren dan diterima olehNya.


(angin)
foto-foto nyusul deh kalau udah di tag
sebenarnya ada cerita lain yang nyebelin, tapi besok aja