Laman

Rabu, 03 Agustus 2011

Happily Ever After, yes or not?

Seperti pada kisah putri Fiona, dalam film Shrek, yang mana terkurung dalam sebuah menara yang dijaga oleh naga api. Seperti dongeng kebanyakan, selalu berakhir dengan "happily ever after". Seandainya kehidupan nyata begitu mudahnya, hingga kemudian semuanya bisa berakhir dengan hanya satu kalimat, "happily ever after".

Namun sepertinya film Shrek kali ini yang berjudul Shrek Forever After The Final, mengisahkan bahwa ternyata kehidupan setelah mendapat pasangan tidak akan semudah kalimat "happily ever after". Seperti dan seakan menyerempet sedikit pada kehidupan nyata, di sanalah film itu dimulai.

Masih banyak hal yang bisa terjadi hingga akhirnya happily ever after hanyalah bualan kecil yang tak akan pernah terjadi. Pada kisah Romeo dan Juliet, kisah apabila ditulis dengan akhir kematian untuk keduanya maka selesai juga kisah tersebut. Namun apabila mereka dikisahkan bahwa keduanya hidup dan bersatu, apakah kisah tersebut akan berakhir? Masih banyak kerumitan-kerumitan yang lain yang bisa saja terjadi.

Seperti pada film My Sister's Keeper, yang sangat saya sukai, dimana pasangan suami istri tak selamanya dapat melahirkan anak-anak sehat dan lucu. Ada kalanya salah satunya mengidap penyakit atau bahkan kecacatan dan sebagainya.

Saya pernah berfikir bahwa terjadi suatu ketidakadilan disini, taukah bahwa sebagian besar manusia di dunia ini adalah mereka yang egois dan pemilih? Hampir seluruhnya memilih untuk mendapatkan pasangan yang cantik atau tampan, sehat dan tidak membawa gen cacat untuk anak cucu mereka. Dan saya akui, bahwa saya juga termasuk sebagai salah satu dari mereka. Lalu apa? Tau kah bahwa sebelum menikah diperbolehkan untuk screening pasangan? Lalu apabila pasangan yang dibawanya screening membawa gen tidak normal, apakah kemudian putus dan cari yang lain? Bukankah hal itu merupakan sesuatu yang tidak adil? Bagaimana dengan mereka memiliki penyakit yang bisa diturunkan? Dimana mereka hampir tak pernah bisa percaya dengan suatu hubungan, selalu dibayangi akan ketakutan bahwa dirinya tidak akan diterima.

Saya memiliki seorang teman yang mengidap Thalasemia, sehingga saya sedikitnya mengerti bagaimana perasaannya.
Terkadang saya berfikir bahwa menjadi orang yang tidak tahu itu lebih baik.


Lalu seperti pada film Raising Helen dan Life As We Know It dimana ketika suatu pasangan suami istri tidak akan hidup selamanya, ketika sesuatu menimpa mereka dan harus meninggalkan anak yang mereka miliki sendirian di dunia tanpa orang tuanya.

Lalu seperti pada film Despicable me, dimana saya sangat tersentuh pada bagian tiga anak yatim piatu yang berada pada sebuah panti asuhan dimana setiap malam sebelum mereka tidur, mereka selalu berdoa untuk diadopsi. Hidup ini terlalu rumit untuk hanya dikatakan sebagai happily ever after.







*saran saya, jangan buka source apabila kalian belum menonton film nya karena menurut saya sebagian menceritakan isi film terlalu banyak, kecuali jika kalian menginginkannya.


(ombak)
efek maraton filem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar