Matilah kritikus!"
Kadang-kadang saya pengen deh teriak-teriak seperti itu. Saya tahu kalau benar-benar teriak seperti itu di tengah jalan, pasti saya sudah dihajar massa. Atau paling tidak, dibenci oleh masyarakat seluruh Indonesia, yang saya tahu cuma gemar main kritik doang.
Kritikus adalah dewa. Semua orang ingin menjadi seorang kritikus. Pengamat, seniman, penyair, penyanyi, semua deh. Yang ngritik itu keren. Iyakah?
NGGAK kalau kubilang. Mereka cemen. Banci. Hidup dalam area utopis dan cuma mimpi doang, tanpa pernah lihat kenyataan sebenarnya. Mereka cuma bisa bilang "anti-korupsi", tapi tahu apa mereka tentang korupsi? Mereka bilang "harga mahal" tapi bisa apa mereka terhadap orang miskin? Mereka bilang "pemerintah busuk", tapi bisakah mereka masuk ke dalam area pemerintah? Nggak. Mereka cuma bisa nyanyi. Menyampah saja.
Kita tidak lagi hidup di tahun 1965, dimana media terbatas dan cara alternatif untuk menyampaikan kritik adalah secara implisit. Lewat lagu, syair, dan seni. Dengan itu kita bisa membangkitkan semangat teman-teman lain untuk bergerak. Aksi nyata. Hasilnya? Soekarno tumbang dan berganti orde yang baru. Meski ya, setelah itu sama saja. Tapi ini 2011 woi! Udah bukan masanya lagi buat nyanyi-nyanyi doang. Coret-coret doang. Itu mah bukan kritik. Itu mah males!
Indonesia ini pahlawannya adalah kritikus. Kritik menjadi sebuah trend yang keren. Berani mengkritik itu keren. Tapi masuk ke dalam zona pemerintahan? Mereka bilang itu lumpur yang kotor. Mungkin mengekor dari Gie. Mentah amat! Ya, politik adalah semacam telur busuk, tapi siapa yang akan menggantikan telur busuk itu menjadi sebuah telur yang baik kalau bukan kita?
Kita bilang sistem dan kebijakan pemerintah kacau. Kalau kita tahu itu kacau, setelah itu apa? Kritik doang? GERAK WOI!!
Berani kritik pemerintah, berarti berani masuk ke dalam zona pemerintah juga. Berani bertanding untuk bisa kesana. Untuk memperbaiki sistem yang ada. Untuk tidak cuma bisa fitnah dan ngece SBY doang, tapi bisa menendang pantatnya dan menggantikannya duduk di singgasana pemerintahan. Untuk membuat Indonesia yang lebih baik. Kalau nggak suka hidup di sini mah, minggat aja dari negara ini. Nggak cuma memandang remeh negara yang nyata-nyata kita ada di sini. Ngeluh dan ngece diri sendiri doang, kapan majunya?
Sayang sekali untuk anda tidak ada pemilihan negara waktu anda mau lahir. Kalau iya, apakah masih mau tinggal di Indonesia, dan sekarang bisa berteriak keras "aku cinta Indonesia?"
Seandainya -- dan semoga ini terjadi-- Indonesia entah kenapa suatu saat berhasil menjadi negara yang makmur, sejahtera, kaya, dan bagus dalam segala aspek, mungkin seniman bakal mati kali ya? Karena nggak punya kerjaan lagi. Karena toh, setelah negara Utopia yang mereka impikan itu hadir, lalu mau apa?
(angin)
dengan marah,
kepada seniman yang main kritik, semata-mata buat yang katanya "karya seni",
tapi tidak bisa (atau malah sama sekali tidak) berbuat apa-apa terhadap apa yang dia kritik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar